BERIKANLAH YANG TERBAIK
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari
pekerjaannya di sebuah perusahaan kontruksi realestate. Ia menyampaikan
keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja,
ia akan kehilangan penghasilan bulananya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia
merasa lelah, ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh
kedamaian bersama istri dan keluarganya. Pemilik perusahaan merasa sedih
kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu meminta pada tukang kayu
tersebut untuk membuatkan sebuah rumah dirinya. Tukang kayu mengangguk
menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu.
Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera
berhenti. Pikirannya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah – ogahan ia
mengerjakan proyek itu. Ia Cuma menggunakan bahan – bahan sekedarnya. Akhirnya
selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukan sebuah rumah yang bagus. Sungguh
sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Ketika pemilik perusahaan itu datang untuk melihat rumah yang dimintanya, ia
menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu dengan berkata “ Rumah ini
adalah rumah kamu, Hadiah dari saya sebagai penghargaan atas pengabdian kamu selama ini “ kata sang pemilik
perusahaan.
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan
menyesal situkang kayu seandainya saja
ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya
mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan
cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal disebuah rumah yang tak
terlalu bagus hasil karyanya sendiri. Itulah yang terjadi pada kehidupan kita.
Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang aneh.
Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang terbaik.
Bahkan, pada bagian – bagian terpenting dalam hidup, kita tidak memberikan yang
terbaik.
Pada akhirnya perjalanan kita terkejut saat melihat
apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah
yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya, sejak semula kita
akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda. Renungkan bahwa kita
adalah situkang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun atapnya. Mari
kita selesaikan rumah kita dengan sebaik – baiknya seolah – olah hanya
mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita
perbuat hari ini. Hidup adalah proyek yang kita kerjakan sendiri.
KISAH SEBUAH
POHON APEL
Suatu ketika hiduplah sebatang pohon apel besar dan
seorang anak lelaki yang senang bermain – main di bawah pohon apel itu setiap
hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon dan memakan buahnya sambil
tidur – tiduran di keteduhan rindangnya daun – daunnya. Anak lelaki itu sangat
mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak lelaki
itu. Waktu terus berlalu, anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak
lagi bermain – main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari anak lelaki itu mendatangi pohon apel.
Wajahnya tampak sedih “ Ayo kesini bermain – main lagi denganku “ pinta pohon
apel itu. “ Aku bukan anak kecil yang bermain – main dengan pohon lagi “ jawab
anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang
untuk membelinya “. Lalu pohon apel itu menyahut “Duh, maaf aku pun tak punya
uang…tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya maka kau akan
mendapatkan uang untuk membeli mainan yang kau inginkan”. Kata pohon apel.
Anak lelaki itu sangat senang dan ia segera naik dan memanjat pohon apel itu
untuk memetik semua buah apel yang ada dipohon itu dan pergi dengan suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki itu tidak pernah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu dating lagi. Pohon apel sangat senang
sekali melihatnya datang. “Ayo bermain – main denganku lagi “ kata si pohon
apel. “ Aku tak punya waktu “ jawab anak lelaki itu “ Aku harus bekerja untuk
keluargaku, kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, maukah kau menolongku
“ pinta anak lelaki itu.
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah, tapi kau boleh
menebang semua dahan rantingku untuk membangunkan rumahmu” kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan
pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki
itu senang, tapi anak lelaki tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa
kesepian dan sedih. Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon
apel itupun merasa senang dan bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain – main
lagi denganku” kata pohon apel. “Aku sedih, aku sudah tua dan ingin hidup
tenang, aku ingin pergi berlibur dan berlayar, maukah kau memberikan aku sebuah
kapal untuk pesiar ?” kata anak lelaki itu.
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh
memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau,
Pergilah berlayar dan bersenang – senanglah”. Kemudian, anak lelaki itu
memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang didambakannya. Ia lalu
pergi berlayar dan tak pernah lagi
datang menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah
bertahun – tahun kemudian. Tetap kali ini pohon apel itu langsung berkata “Maaf
anakku, aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu” kata pohon apel.
“tak apa – apa, aku pun sudah tak memiliki gigi untuk
mengigit buah apelmu” jawab anak lelaki itu. “Aku juga tak memiliki batang dan
dahan yang bias kau panjat “ kata pohon apel. “Sekarang aku sudah terlalu tua
untuk itu” jawab anak lelaki itu. “Aku benar – benar tak memiliki apa – apa
lagi yang bias aku berikan padamu yang tersisa hanyalh akar – akarku yang sudah
tua dan sekarat ini” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa – apa lagi sekarang, Aku hanya
membutuhkan tempat untuk beristirahat, aku sangat lelah setelah sekian lama
meninggalkanmu” kata anak lelaki itu. “Oooh, bagus sekali, tahukah kau, akar –
akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat,
mari…marilah berbaring di pelukkan akar – akrku dan beristirahatlah dengan
tenang”. Anak lelaki itu berbaring dipelukkan akar – akar pohon. Pohon apel itu
sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua. Anggaplah pohon
apel itu adalah orangtua kita. Ketika kita masih muda, kita senang bermain –
main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar kita meninggalkan
mereka dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan tak
peduli apa pun, Orangtua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang ia bisa dan ia
berusaha untuk memperjuangkannya demi kita anaknya. Mereka berikan untuk
membuat kita bahagia anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu tetapi begitulah cara kita memperlakukan
orangtua kita.
Yang terpenting adalah cintailah orangtua kita sampaikan pada orang tua kita sekarang betapa
kita mencintainya dan tunjukkanlah, berikanlah sikap terbaik kita untuknya
serta berterimah kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada
kita.
KISAH KASIH SI ANJING KECIL
Seekor anjing yang mungil sedang
berjalan – jalan di ladang pemiliknya. Ketika dia mendekati kandang kuda, dia
mendengar binatang besar itu memanggilnya. Kata kuda itu : “Kamu pasti masih
baru di sini, cepat atau lambat kamu akan mengetahui kalau pemilik ladang ini
mencintai saya lebih dari binatang lainnya, sebab saya bisa mengangkut banyak
barang untuknya, saya kira binatang sekecil kamu tidak akan bernilai sama
sekali baginya.” Ujarnya dengan sinis.
Anjing kecil itu menunduk kepalanya
dan pergi, lalu dia mendengar seekor sapi di kandang sebelah berkata : “Saya
adalah binatang yang paling terhormat di sini sebab nyonya di sini membuat keju
dan mentega dari susu saya. Kamu tentu tidak berguna bagi keluarga di sini.”
Dengan nada mencemooh.
Teriak seeokor domba :”hai sapi,
kedudukanmu tidak lebih tinggi dari saya, saya memberi mantel bulu kepada
pemilik ladang ini. Saya memberi kehangatan kepada seluruh keluarga. Tapi
omonganmu mengenai anjing kecil itu, sepertinya kamu memang benar. Dia sama
sekali tidak ada manfaatnya di sini.”
Satu demi satu binatang di situ
ikut serta dalam percakapan itu, sambil menceritakan betapa tingginya kedudukan
mereka di ladang itu. Ayam pun berkata bagaimana dia telah memberikan telur,
kucing bangga bagaimana dia telah mengenyah tikus – tikus pengerat dari ladang
itu. Semua binatang sepakat kalau si anjing kecil itu adalah makhluk tak
berguna dan tidak sanggup memberikan kontribusi apapun kepada keluarga itu.
Terpukul oleh kecaman binatang – binatang lain, anjing
kecil itu pergi ke tempat sepi dan mulai menangis menyesal nasibnya, sedih
rasanya sudah yatim piatu, dianggap tidak berguna, disingkirkan dari pergaulan
lagi.
Malam itu ketika pemilik ladang
baru pulang dan tampak amat lelah karena perjalanan jauh di panas terik
matahari, anjing kecil itu lari menghampirinya, menjilat kakinya dan melompat
ke pelukannya.Sambil menjatuhkan diri ke tanah, pemilik ladang dan anjing kecil
itu berguling – guling di rumput disertai tawa ria. Akhirnya pemilik ladang itu
memeluk erat – erat dan mengelus – elus kepalnya, serta berkata :”meskipun saya pulang dalam keadaan letih,
tapi rasanya semuanya jadi sirna, bila kau menyambutku semesra ini, kamu
sungguh yang paling berharga diantara semua binatang di ladang ini, kecil kecil
kamu telah mengerti artinya kasih….
Catatan :
Jangan sedih karena
kamu tidak dapat melakukan sesuatu seperti orang lain karena memang tidak
memiliki kemampuan untuk itu, tetapi apa yang kamu dapat lakukan, lakukanlah
itu dengan sebaik – baiknya……dan jangan sombong jika kamu merasa banyak
melakukan hal pada orang lain, karena orang yang tinggi hati akan direndahkan
dan orang yang rendah hati akan ditinggikan.
Seorang
bocah yang sangat ingin melanjutkan sekolah, tetapi orangtuanya tidak mempunyai
uang untuk mebiayai sekolahnya. Lagipula ibunya yang sedang sakit membutuhkan
biaya untuk membeli obat. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada tuhan
seperti ini :
Kepada
Yth
Tuhan
Di
Surga
Tuhan
yang baik, saya mau melanjutkan sekolah tapi orangtua saya tidak mempunyai
uang. Ibu saya sedang sakit, mau beli obat. Tuhan, saya butuh uang Rp. 20.000,-
untuk membeli obat ibu, Rp. 20.000,- untuk membayr uang sekolah Rp.10.000,-
untuk membayar uang seragam, dan buku Rp. 10.000,- jadi semuanya Rp. 60.000,-
Terimah
kasih tuhan, saya tunggu kiriman uangnya.
Dari
: Rio
Membaca
isi surat itu,
komandan polisi merasa iba dan tergerak hatinya untuk menceritakan hal tersebut
kepada anak buahnya.
Hasilnya, polisi pun mengumpulkan dana
untuk diberikan ke Rio , tetapi dana yang
terkumpul hanya Rp. 55.000,-
Sang
komandan pun memasukkan uang yang terkumpul ke dalam amplop, menuliskan
keterangan : “Dari tuhan di surga” dan menyerahkan ke anak buahnya untuk dikembalikan ke Rio .
Menerima uang tersebut, Rio sangat senang
permintaannya terkabul, walaupun yang diterimanya hanya Rp 55.000,-
MASIH ADA HARI ESOK
Pada suatu tempat, hiduplah seorang anak. Dia hidup
dalam keluarga yang bahagia, dengan orang tua dan sanak keluarganya. Tetapi,
dia tidak pernah mensyukuri betapa baiknya kehidupan yang dia miliki. Dia terus
bermain, mengganggu sanak keluarganya kalau mereka tidak mau bermain apa yang
dia ingin main. Tetapi, ketika dia mau minta maaf, dia selalu berkata, “Tidak
apa – apa, besok kan
bisa.”
Ketika agak besar, sekolah sangat menyenangkan
baginya. Dia belajar, mendapat teman, dan sangat bahagia. Tetapi, dia nggak
pernah mensyukurinya. Semua begitu saja dijalaninya sehingga dia anggap semua
sudah sewajarnya. Suatu hari, dia berkelahi dengan teman baiknya. Walaupun dia
tahu itu salah, tapi tidak pernah dan berbaikan dengan teman baiknya. Alasan
dia, “Tidak apa – apa, besok kan
bisa”.
Ketika dia agak besar, teman baiknya tadi bukanlah
temannya lagi. Walaupun dia masih sering melihat temannya itu, tapi mereka
tidak pernah saling tegur. Tapi itu bukanlah masalah, karena dia masih punya
banyak teman baik yang lain. Dia dan teman – temannya hampir melakukan segala
sesuatu bersama – sama, makan, main, kerjakan PR, dan jalan – jalan, mereka
semua teman – temannya yang paling baik.
Setelah lulus, kerja membuatnya sibuk. Dia ketemu
seorang wanita yang sangat cantik dan baik dan segera menjadikan pacarnya. Dia begitu sibuk dengan
kerjanya, karena dia ingin dipromosikan ke posisi paling tinggi dalan waktu
yang sesingkat mungkin.
Tentu, dia rindu sama teman – temannya. Tapi dia tidak
pernah lagi menghubungi mereka lagi, bahkan lewat telephone. Dia selalu
berkata, “ah, aku capek, besok saja aku hubungin mereka.” Ini tidak terlalu mengganggu dia
karena ia mempunyai teman – teman sekerja selalu mau diajak keluar. Jadi, waktu
pun berlalu, dia lupa sama sekali untuk menelephone teman – temannya.
Setelah dia menikah dan punya anak, dia bekerja lebih
keras agar dalam membahagiakan keluarganya. Dia tidak pernah lagi membeli bunga
untuk istrinya, ataupun mengingat hari ulang tahun istrinya dan juga hari
pernikahan mereka. Tapi, itu tidak masalah baginya, karena istrinya selalu
mengerti dia, dan tidak pernah menyalahkannya. Tentu, kadang – kadang dia
merasa bersalah dan sangat ingin punya kesempatan untuk mengatakan pada
istrinya “Aku Cinta Kamu”, tetapi dia tidak pernah melakukannya.
Alasan dia “tidak apa – apa, saya basti besok akan
mengatakannya”. Dia tidak pernah sempat datang ke pesta ulang tahun anak –
anaknya, tapi dia tidak tahu ini akan berpengaruh pada anak – anaknya. Anak –
anak mulai menjauhinya, dan tidak pernah menghabiskan waktu mereka dengan
ayahnya. Suatu hari, kemalangan datang ketika istrinya tewas dalam kecelakaan.
Dia tabrak lari. Tapi hari itu, dia sedang ada rapat. Dia tidak sadar bahwa itu
adalah kecelakaan yang fatal, dia baru datang saat istrinya akan dijemput oleh
maut. Sebelum sempat berkata “Aku Cinta Kamu”, istrinya meninggal.
Laki – laki itu remuk hatinya dan mencoba mencari
menghibur diri melalui anak – anaknya setelah kematian istrinya. Tapi, dia baru
sadar anak – anaknya tidak pernah berkomunikasi dengannya. Segera, anak –
anaknya dewasa dan membangun keluarganya masing – masing. Tidak ada yang peduli
sama orang tua ini yang masa lalunya tidak pernah meluangkan waktunya untuk
mereka.
Dia pindah kerumah jompo yang terbaik, yang
menyediakan pelayanan yang sangat baik dengan uang yang dia simpan untuk
merayakan pernikahan ke 50, 60, 70 dia dan istrinya. Semua uang itu sebenarnya
untuk dipakai pergi ke Hawai, New Zaeland, dan Negara – negara lain, tapi kini
dipakai untuk membayar biaya tinggal dia di rumah panti jompo tersebut.
Sejak itu sampai dia meninggal, hanya ada orang –
orang tua dan suster yang merawatnya. Dan kini merasa sangat kesepian, perasaan
yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Saat dia mau meninggal, dia memanggil
seorang suster dan berkata padanya, “ah, andai saja aku menyadari ini dari
dulu….” Dan dia meninggal dengan airmata di pipinya.
Waktu itu
tidak pernah berhenti. Kamu terus maju dan maju, sebelum kamu sadar itu, kamu
telah maju terlalu jauh. Jika kamu pernah bertengkar segera berbaikanlah! Jika
kamu ingin mendengar suara teman kamu, jangan ragu – ragu untuk meneleponnya
segera.
Yang paling
penting, jika kamu merasa kamu ingin bilang sama seseorang bahwa kamu sayang
dia, jangan tunggu sampai terlambat. Jika kamu terus pikir bahwa kamu lain hari
baru akan memberitahukan dia, hari ini tidak pernah akan datang. Jika kamu
selalu pikir bahwa besok akan datang, maka “besok” akan pergi begitu cepatnya
hingga kamu baru sadar waktu telah meninggalkanmu.
1000 BURUNG KERTAS
Sewaktu boy and girl baru pacaran, boy melipat 1000
burung kertas buat girl, menggantungkannya didalam kamar girl. Boy mengatakan,
1000 burung kertas itu menandakan 1000 ketulusan hatinya. Waktu itu, girl dan
boy setiap detik selalu merasakan betapa indahnya cinta mereka berdua….
Tetapi pada suatu saat, girl mulai menjauhi boy. Girl
memutuskan untuk menikah dan pergi ke perancis, ke paris tempat yang dia dambakan dan impikan di
dalam mimpinya berkali – kali itu. Sewaktu
girl mau mutusin boy, girl bilang sama boy, kita harus melihat dunia ini
dengan pandangan yang dewasa….Menikah bagi cewek adalah kehidupan yang kedua
kalinya! Aku harus bisa memegang kesempatan ini dengan baik. Kemu terlalu
miskin, sungguh aku tidak berani membayangkan bagaimana kehidupan kita setelah menikah…!!!
Setelah girl pergi ke perancis, boy belerja keras, dia
pernah menjual Koran, menjadi karyawan sementara, bisnis kecil, setiap
pekerjaan dia kerjakan dengan sangat baik dan tekun. Setelah lewat beberapa
tahun … karena pertolongan teman dan hasil kerja kerasnya selama ini , akhirnya
dia mempunyai sebuah perusahaan. Dia sudah kaya, tetapi hatinya masih tertuju
pada girl, dia masih tidak dapat melupakannya.
Pada suatu hari, waktu itu hujan, boy dari mobilnya
melihat sepasang orang tua berjalan sangat pelan di depan. Dia mengenali
mereka, mereka adalah orang tuanya girl.
Dia ingin mereka lihat kalau sekarang dia tidak hanya mempunyai mobil
pribadi, tetapi juga mempunyai Vila
dan perusahaan sendiri, ingin mereka tahu kalau dia bukan seorang yang miskin
lagi. Dia sekarang adalah seorang Bos. Boy mengendarai mobilnya sangat pelan
sambil mengikuti sepasang orang tersebut.
Hujan terus turun, tanpa henti, biarpun kedua orang
tua itu memakai paying, tetapi badan mereka tetap basah karena hujan. Sewaktu
mereka sampai tempat tujuan, Boy tercengang oleh apa yang ada di depan matanya,
itu adalah tempat pemakaman. Dia melihat di atas papan nisan Girl tersenyum
sangat manis terhadapnya. Di samping makamnya yang kecil, tergantung burung –
burung kertas yang dibuatkan Boy, dalam hujan burung – burung kertas itu
terlihat begitu hidup.
Orang tua Girl memberitahukan Boy, Girl tidak pergi ke
Paris , Girl
terserang kanker, Girl pergi kesurga. Girl ingi Boy menjadi orang, mempunyai
keluarga yang harmonis, maka dengan terpaksa berbuat demikian terhadap Boy
dulu. Girl bilang dia sangat mengerti Boy, dia percaya kalau Boy pasti akan berhasil dan menjadi orang.
Girl mengatakan, kalau pada suata hari Boy akan datang ke makamnya dan berharap membawakan beberapa burung kertas
buatnya lagi.
Boy langsung berlutut, berlutut di depan makam Girl,
menangis dengan begitu sedihnya. Hujan pada hari itu terasa tidak akan
berhenti, membasahi sekujur tubuh Boy. Boy teringat senyum manis Girl yang
begitu manis dan polos, mengingat semua itu, hatinya mulai meneteskan darah….
Sewaktu orang tua ini keluar dari pemakaman, mereka
melihat kalau Boy sudah membukakan pintu mobil untuk mereka. Lagu sedih
terdengar dari dalam mobil tersebut. Hatiku tidak pernah menyesal, semuanya
hanya untukmu 1000 burung kertas, 1000 ketulusan hatiku, berterbangan di dalam
angin menginginkan bintang yang lebat bersebaran di langit, melewati sungai perak,
apakah aku bisa bertemu denganmu? Tidak takut berapapun jauhnya, hanya ingin
sekarang langsung berlari ke sampingmu. Masa
lalu seperti asap, hilang dan tak akan kembali, menambah kerinduan di hatiku.
Bagaimanpun dicari, jodoh kehidupan ini
yakinlah tidak akan berubah.
KATAK KECIL
Pada suatu hari ada segerombolan katak – katak kecil
yang menggelar lomba lari. Tujuannya adalah mencapai puncak sebuah menara yang
sangat tinggi. Penonton berkumpul bersama mengelilingi menara untuk menyaksikan
perlombaan dan memberi semangat kepada para peserta. Secara jujur tak satupun
penonton benar – benar percaya bahwa katak – katak kecil akan bisa mencapai
puncak menara. Terdengar suara “ Oh, jalannya terlalu sulitttttt!!! Mereka
tidak akan pernah sampai ke puncak “ atau “ Tidak ada kesempatan untuk
berhasil…menaranya terlalu tinggi…!!!”
Katak – katak kecil mulai berjatuhan
satu persatu…kecuali mereka yang tetap semangat menaiki menara perlahan – lahan
semakin tinggi…dan semangkin tinggi. Penonton terus bersorak “ Terlalu sulit!!!
Tak seorangpun akan berhasil “. Lebih banyak lagi katak kecil lelah dan
menyerah. Tapi ada satu yang melanjutkan hingga semakin tinggi dan tinggi…dia
tidak akan menyerah. Akhirnya yang lain telah menyerah untuk menaiki menara.
Kecuali satu katak kecil yang telah berusaha keras menjadi satu –satunya yang
berhasil mencapai puncak!
Semua katak kecil yang lain ingin tahu
bagaimana katak ini bisa melakukannya? Seorang peserta bertanya bagaimana cara
katak yang berhasil menemukan kekuatan untuk mencapai tujuan? Ternyata…kata
yang menjadi pemenang itu tuli!!!
Kata bijak dari cerita ini adalah : jangan pernah mendengar orang lain yang
mempunyai kecendrungan negative atau pesimis…karena mereka mengambil sebagian
besar mimpimu dan menjauhkannya darimu. Selalu pikirkan kata – kata bertuah
yang ada. Karena segala sesuata yang kau dengar dan kau baca bisa mempengaruhi
perilakumu! Karena itu tetaplah selalu positive dan yang terpenting berlaku
tuli jika orang berkata kepadamu bahwa kamu tidak bisa menggapai cita – citamu!
Always think I can do this.
GADIS DENGAN
SETANGKAI MAWAR
John
Blanford berdiri tegak dari bangku di stasiun kereta api sambil melihat ke arah
jarum jam, pukul 6 kurang 6 menit. John sedang menunggu seorang gadis yang
dekat dalam hatinya tetapi tidak mengenali wajahnya, seorang gadis dengan
setangkai mawar. Lebih dari setahun yang lalu john membaca buku yang dipinjam
dari perpustakaan. Rasa ingin tahunya terpancing saat ia melihat coretan tangan
yang halus di buku tersebut. Pemilik terdahulu buku tersebut adalah seorang
gadis bernama Hollis Molleon. Hollis tinggal di New York dan john tinggal di Florida . John mencoba
menghubungi sang gadis dan mengajaknya untuk saling bersurat. Mereka terus
saling menyurati salama hampir 1 tahun. Setiap surat seperti layaknya bibit yang jatuh di
tanah yang subur dalam hati masing – masing dan jalinan cinta mereka pun
tumbuh.
John
berkali – kali meminta agar Hollis mengirimkannya sebuah foto. Tetapi sang
gadis selalu menolak, kata sang gadis “kalau perasaan cintamu tulus john,
bagaimanapun rupaku tidak akan merubah perasaan itu, kalau saya cantik, selama
hidup saya akan bertanya – Tanya apakah mungkin perasaanmu itu hanya karena
saya cantik saja, kalau saya biasa – biasa atau cenderung jelek, saya takut
kamu akan terus menulis hanya karena kesepian dan tidak ada orang lain lagi
dimana kamu bisa mengadu. Jadi sebaiknya kamu tidak usah tahu bagaimana rupa
saya. Sekembalinya kamu ke New York
nanti kita akan bertemu muka. Pada saat itu kita akan bebas untuk menentukan
apa yang akan kita lakukan.”
Mereka
berdua membuat janji untuk bertemu di stasiun pusat di New York pukul 6 sore setelah perang usai.
“Kamu akan mengenali saya john, karena saya akan menyematkan setangkai bunga
mawar merah pada kera bajuku”, kata nona Hollis.
Pukul 6 kurang 1 menit sang perwira muda
semakin gelisah, tiba – tiba jantungnya hampir copot, dilihatnya seorang gadis
yang sangat cantik berbaju hijau lewat didepannya, tubuhnya ramping, rambutnya
pirang bergelombang, matanya biru seperti langit, luar biasa cantiknya…sang
perwira mulai menyusul sang gadis, dia bahkan tidak menghiraukan kenyataan
bahwa sang gadis tidak menggenakan bunga mawar seperti yang telah disepakati.
Hanya tinggal 1 langkah lagi kemudian john melihat seorang wanita berusaia 40
tahun mengenakan sekuntum mawar di kerahnya.”O…..itu Hollis!!!!”.
Rambutnya
sudah mulai beruban dan agak gemuk. Gadis berbaju hijau hampir menghilang.
Perasaan sang perwira mulai terbagi – bagi
ingin lari mengejar sang gadis cantik tetapi pada sisi lain tidak ingin
mengkhianati Hollis yang lembut dan telah setia menemaninya selama perang.
Tanpa berpikir panjang, john berkata sambil melemparkan senyumannya, “Nama saya
John Blanford, anda tentu saja nona Hollis, bahagia sekali bisa bertemu dengan
anda, maukah anda makan malam bersama saya?” sang wanita tersenyum ramah dan
berkata “anak muda, saya tidak tahu apa artinya semua ini, tetapi seorang gadis
yang berbaju hijau yang baru saja lewat memaksa saya untuk menggenakan bunga
mawar ini dan dia mengatakan kalau anda mengajak saya makan saya di minta untuk
memberitahukan bahwa dia menunggu anda di restorant di ujung jalan ini, katanya
semua ini hanya ingin menguji anda.
Pernahkah
terpikir oleh anda, bahwa si pemuda bernama john Blanford di atas akan menarik
semua perkataan – perkataan cinta romantis yang pernah di tulis dalam surat –
suratnya apabila, katakanlah memang benar ternyata nona Hollis hanyalah seorang
wanita gemuk dengan rambut hampir beruban. Untunglah john seorang yang sangat
cerdas dan berhikmat. Dia bisa saja berpikir pasti dapat mengeluarkan sebuah
alasan lain untuk menggagalkan lamarannya. Dan tentunya jika itu terjadi, maka
cerita ini pasti tidak akan ada.
Seseorang
akan sangat mudah tertipu dan tergoda untuk mengikuti mata jasmani dan
mengabaikan kata hati. Orang lebih menyukai apa yang dapat dia lihat dan
sentuh dari pada apa yang dapat
dirasakan dan di sentuh oleh hatinya. Ini adalah salah satu titik kegagalan
manusia dalan menjalani kehidupannya sebagai orang yang beriman. Kita lebih
tertarik melihat senyuman manis, dari pada sikap hati. Kita lebih menyukai bola
mata yang bulat dan bening ketimbang mata hati yang tajam dan peka, kita lebih
menyukai wajah rupawan dari pada karakter yang bagus. Singkat kata, kita semua lebih menyukai hal – hal yang
bersifat jasmaniah ketimbang hal – hal rohaniah. Itulah sebabnya seringkali
kita tersandug karena ulah kita.
POLITIK
Seorang murid sekolah dasar mendapat pekerjaan rumah
dari gurunya untuk menjelaskan arti “politik”. Karena belum memahaminya, ia
kemudian bertanya kepada ayahnya apa arti “politik” itu.
Ayahnya
menginginkan si anak dapat berpikir secara kreatif memberikan penjelasan,
“Baiklah nak, ayah akan mencoba
menjelaskan dengan missal, ayahmu adalah orang yang bekerja untuk menghidupi
keluarga, jadi kita sebut ayah adalah Investor. Ibumu adalah pengatur keuangan,
jadi kita menyebutnya pemerintah. Kami di sini memperhatikan kebutuhan –
kebutuhanmu, jadi kami menyebut engkau Rakyat. Pembantu, kita memasukkan dia
kedalam kelas pekerja. Dan saudaramu yang masih balita, kita menyebutnya Masa
Depan. Sekarang, pikirkan hal itu dan kita lihat apakah penjelasan ayah ini
bisa kau pahami.”
Si anak, kemudia pergi ke tempat
tidurnya sambil memikirkan apa yang dikatakan ayahnya. Pada tengah malam, anak
itu terbangun karena mendengar adik bayinya menangis. Ia melihat bahwa adiknya
mengompol. Si anak lalu menuju kamar tidur orangtuanya dan mendapatkan ibunya
sedang tidur nyenyak. Karena tidak ingin membangunkannya, ia pergi ke kamar pembantu.
Pintu terkunci, ia mengintip melalui lubang kunci dan melihat ayahnya, berada
di tempat tidur bersama pembantunya. Akhirnya ia menyerah dan kembali ke tempat
tidur, sambil berkata dalam hati bahwa ia sudah mengerti arti “politik”.
Pagi harinya, sebelum berangkat ke
sekolah, ia mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya dan menulis pada buku
tugasnya sebagai berikut : politik adalah hal dimana para Investor meniduri
kelas pekerja, pemerintah tertidur lelap, rakyat diabaikan dan masa depan
berada dalam kondisi yang menyedihkan.
CUKUP BERBUAT BEGINI SAJA !
Ada seseorang
saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan
hal itu terlihat oleh peng-interview dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.
Ternyata……untuk memperoleh penghargaan sangatlah gampang, cukup dengan
memelihara kebiasaan yang baik.
Ada
seorang adik kecil menjadi murid di toko sepeda, suatu saat ada seseorang
mengantarkan sepeda rusak untuk di perbaiki di toko tersebut. Selain
memperbaiki sepeda tersebut, si adik kecil juga membersihkan sepeda hingga
bersih mengkilap, murid – murid lain menertawakan perbuatannya. Keesokan
harinya setelah yang punya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik
untuk bekerja di tempatnya. Ternyata……untuk menjadi orang yang berhasil sangat
mudah, cukup rugi sedikit saja.
Seorang
anak berkata kepada ibunya: “ibu hari ini sangat cantik”, ibu menjawab
:”mengapa?” anak menjawab :”karena hari ini ibu sama sekali tidak marah –
marah”. Ternayata…….untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah. Hanya tidak
perlu marah – marah.
Seorang
petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah, temannya berkata:
“tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, tanamanmu tetap tumbuh dengan
subur”.petani menjawab :”aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang
membina anakku”. Ternyata…..membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan
dia rajin bekerja.
Ada
sebuah toko yang lampunya terang benderang,ada yang bertanya: “lampu merek apa
yang dipakai sehingga begitu awet?” pemilik toko berkata : “lampu kami juga
sering rusak, dan begitu rusak langsung diganti”. Ternyata……cara memelihara
tetap terang sangatlah mudah, cukup sering diganti saja.
Katak
yang tinggal disawah berkata kepada katak yang tinggal dipinggiran jalan : “termpatmu
terlalu berbahaya, tinggallah denganku.” Katak pinggir jalan menjawab : “aku
sudah terbiasa disini , malas untuk pindah”. Beberapa hari kemudian katak sawah
menjenguk katak pinggir jalan dan menemukan bahwa si katak sudah mati di lindas
mobil yang lewat. Ternyata…..sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup
menghindari kemalasan saja.
Ada
segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat,
sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya :
“mengapa engkau begitu santai?” dia menjawab sambil tertawa : “karena barang
bawaan saya sangat sedikit”. Ternyata……sangat mudah memperoleh kegembiraan,
cukup tidak serakah atau memiliki sedikit saja.
MENGASAH
KAPAK
Alkisah ada seorang
penebang pohon yang sangat kuat. Dia melamar pekerjaan pada seorang pedagang
kayu, dan dia mendapatkannya. Gaji dan kondisi kerja yang dia terima sangat
baik. Karenanya sang penebang pohon memutuskan untuk bekerja sebaik mugkin
kepada pedagang kayu tersebut. Kemudian sang majikan memberikan sebuah kapak
dan menunjukkan area kerja si penebang kayu.
Hari pertama sang
penebang pohon berhasil merobohkan sebanyak 18 batang pohon. Sang majikan
sangat terkesan dan berkata, “Bagus Sekali, bekerjalah seperti itu!”. Sangat
termotivasi oleh pujian majikannya, keesaokan harinya sang penebang pohon
bekerja lebih keras lagi, tetati dia hanya bisa berhasil merobohkan 15 batang
pohon. Hari ketiga dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hanya berhasil berobohkan
10 batang pohon saja. Hari – hari berikutnya makin sedikit pohon yang bisa
dirobohkannya. “Aku mungkin telah kehilangan kekuatanku”, piker penebang pohon
kayu itu.
Dia menemui
majikannya dan meminta maaf, sambil mengatakan tidak mengerti apa yang terjadi.
Sang majikan lalu bertanya “Kapan terakhir kau mengasah kapakmu?” lalu sang
penebang pohon menjawab “mengasah!!! Saya tidak punya waktu untuk mengasah
kapak. Saya sangat sibuk mengapak pohon”.
Kehidupan kita sama
seperti itu. Seringkali kita sangat sibuk sehingga tidak lagi mempunyai waktu
untuk mengasah kapak. Di masa sekarang ini, banyak orang lebih sibuk dari
sebelumnya. Mengapa? Mungkinkah kita telah lupa bagaimana caranya tetap tajam?
Tidaklah salah dengan aktivitas dan kerja keras. Tetapi tidaklah seharusnya
kita sedemikian sibuknya sehingga mengabaikan hal – hal yang sebenarnya sangat
penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi, menyediakan waktu untuk membaca, dan hal lain sebagainya.
Kita semua membutuhkan waktu untuk tenang, untuk berpikir
dan merenung, untuk belajar dan bertumbuh. Bila kita tidak mempunyai waktu
untuk mengasah kapak, kita akan tumpul dan kehilangan efektifitas. Jadi mulailah
dari sekarang, memikirkan cara bekerja lebih efektif dan menambahkan banyak
nilai ke dalamnya.
MENGAPA
HARUS BERTERIAK ?
Suatu
hari sang guru bertanya kepada murid – muridnya : “Mengapa ketika seseorang
sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak
?” seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab :
“karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu
berteriak”
“Tapi…” sang guru balik bertanya, “Lawan
bicaranya justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak ?. apakah dia
tidak bisa berbicara secara halus ?”.
Hampir
semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan
mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan. Sang guru lalu berkata :
“ketika dua orang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara kedua hati
mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu,
untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak, semakin pula mereka
menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun
menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi “.
Sang
guru masih melanjutkan : “Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling
jatuh cinta ? mereka tidak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara
suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun,
keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian ?”, sang
guru bertanya sambil memperhatikan muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam
namun tak satupun berani memberikan jawaban. “karena hati mereka begitu dekat,
hati mereka tak berjarak.
Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu
diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa
yang ingin mereka sampaikan” sang guru masih melanjutkan : “ ketika anda sedang dilanda kemarahan, janganlah
hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata yang
mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, tidak
mengucapkan kata – kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Karena waktu
akan membantu anda “.
RAUTAN
MEJA KAYU
Suatu ketika, ada
seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula
menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orang tua ini begitu
rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara
berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan.
Namun, orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang
bergetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan.
Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja
susu itu tumpah membasahi taplak meja. Anak dan menantunya pun menjadi gusar.
Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu, “ ujar
sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.”
Lalu, kedua suami
istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana , sang kakek akan
duduk untuk makan sendiri, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering
memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek. Sering
saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari
sudut ruangan. Ada
airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski tidak ada
gugatan darinya. Tiap kali nasi yang dia suap, selalu ditetesi airmata yang
jatuh dari sisi pipinya.
Namun, kata yang
keluar dari suami istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan lagi makanan.
Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam. Suatu malam,
sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan
kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. “Kamu sedang membuat apa?”. Anaknya
menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saat aku
besar nanti. Nanti, akan kuletakkan disudut itu, dekat tempat biasa kakek
makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Jawaban itu membuat
kedua orangtuanya sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata – kata lagi.
Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka.
Walau tidak ada
kata – kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus
diperbaiki. Mereka makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar
saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini,
mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi meraut
untuk meja kayu.
Anak – anak adalah
persepsi dari kita, mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan
selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita
lakukan. Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat memperlakukan orang lain
dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak.
Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap “bangunan jiwa” yang disusun
adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak – anak. Mari, susunlah bangunan
itu dengan bijak. Untuk anak – anak kita, untuk masa depan kita, untuk
semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik
pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.
Jika
anak hidup dalam kritik, dia belajar
mengutuk.
Jika
anak hidup dalam kekerasan, dia belajar
berkelahi.
Jika
anak hidup dalam pembodohan, dia belajar jadi pemalu.
Jika
anak hidup dalam rasa dipermalukan, dia belajar terus merasa bersalah.
Jika
anak hidup dalam toleransi, dia belajar menjadi sabar.
Jika
anak hidup dalam dorongan, dia belajar menjadi percaya diri.
Jika
anak hidup dalam penghargaan, dia belajar mengapresiasi.
Jika
anak hidup dalam rasa adil, dia belajar keadilan.
Jika
anak hidup dalam rasa aman, dia belajar yakin.
Jika
anak hidup dalam rasa persetujuan, dia belajar menghargai diri sendiri.
Jika
anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, dia belajar mencari cinta
diseluruh dunia.
Betapa
terlihat disini peran orangtua begitu sangat penting karena mereka diistilahkan
oleh Khalil Gibran sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak – anak dalam
menapaki jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin, dan esok hari harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu
berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita…….
AKU
MENANGIS UNTUK ADIKKU 6 KALI
Aku dilahirkan di
sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orangtuaku
membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku
mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk
membeli sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya
membawanya, aku mencuri lima
puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan
aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
“Siapa yang mencuri uang itu???” beliau
bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar
siapa pun mengaku, jadi beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian
berdua layak dipukuli!!!”. Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi – tinggi.
Tiba –tiba,
adikku mencengkram tangannya dan
berkata, “Ayah, aku yang melakukannya”. Tongkat panjang itu menghantam punggung
adikku bertubi – tubi. Ayah begitu marah hingga ia mencambukinya terus menerus
sampai beliau kahabisan nafas. Sesudahnya, beliau duduk di atas ranjang batu
bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa yang akan datang ?....Kamu
layak dipukuli sampai mati!!!kamu itu tidak tahu malu!!!”
Malam itu, ibu dan
aku memeluk adikku dalam pelukkan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi dia
tidak menitikkan airmata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba –
tiba mulai menangis meraung – raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan
kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya telah
terjadi”. Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup
keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun – tahun
telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku
tidak akan pernah lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku
berusia 8 tahun. Aku berusia 11 tahun. Ketika adikku berada pada tahun
terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat
yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah Universitas Propinsi. Malam itu,
ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya
memberengut, “kedua anak kita memberikan hasil yang baik….hasil yang begitu
baik…”Ibu mengusap airmatanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya???
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus???”. Saat itu juga,
adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau
melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku “. Ayah mengayunkan
tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang
begitu lemahnya???Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan
menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!!!” Dan kemudian dia mengetuk setiap
rumah di dusun itu untuk meminjam uang.
Aku menjulurkan
tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata,
“Seorang anak laki – laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak dia tidak
akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini”, Aku sebaliknya, telah
memutuskan untuk tidak meneruskan ke Universitas. Siapa sangka keesokan
harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai
pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mongering. Dia menyelinap kesamping
ranjangku dan meninggalkan secarik kertas diatas batalku : “Kak, masuk ke
Universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimmu uang
“.
Aku memegang kertas
tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan airmata bercucuran sampai
suaruku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku berusia 20 tahun.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi kontruksi, aku
akhirnya sampai ke tahun ketiga (di Universitas). Suatu hari, aku sedang
belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan,”Ada seorang penduduk
dusun menunggumu di luar sana ”.
Mengapa ada seorang
penduduk dusun mencariku??? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh,
seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakan, “Mengapa
kamu tidak bilang pada teman sekamarku kalau kamu itu adikku???” Dia menjawab,
tersenyum, “lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika
mereka tahu saya adalah adikmu??? Apa mereka tidak akan menertawakanmu???. Aku
merasa terunyah, dan airmata memenuhi mataku. Aku menyapu debu – debu dari
adikku semuanya, dan tersekat – sekat dalam kata – kataku, “Aku tidak peduli
omongan siapa pun!!! Kamu adalah adikku apa pun juga!!! Kamu adalah adikku
bagaimana pun penampilanmu…..”
Dari sakunya, ia
mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu – kupu. Ia memakaikannya
kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga
harus memiliki satu”. Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik
adikku ke dalam pelukkanku dan menangis dan menangis. Tahun itu ia berusia 20
dan aku 23.
Kali pertama aku
membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan
kelihatannya bersih di mana – mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti
gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak
waktu untuk membersihkan rumah kita!!!” tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu
adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu
melihat luka pada tangannya?? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru
itu…”
Aku masuk kedalam
ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa
menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukannya. “Tidak, tidak sakit.
Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi kontruksi, batu – batu berjatuhan pada
kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku untuk bekerja
dan….”Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya,
dan airmata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23 tahun dan aku
berusia 26 tahun.
Ketika aku menikah,
aku tinggal di kota .
Banyak kali suamiku dan aku mengundang orangtuaku untuk tinggal bersama kami,
tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun,
mereka tidak tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan ,
“Kak, jagalah mertuamu saja. Saya akan menjaga Ibu dan ayah di sini “.
Suamiku menjadi
direktur di pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai
manajer pada department pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reprasi. Suatu hari, adikku di
atas sebuah tanggga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapatkan
sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya.
Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi
manajer???Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya
seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak
mau mendengar kami sebelumnya???”.
Dengan tampang yang
serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar, ia baru
saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi
manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan???”. Mata suamiku
di penuhi airmata, dan kemudian keluar kata – kataku sepatah – sepatah : “Tapi kamu
kurang pendidikan juga karena aku!!!”
“Mengapa
membicarakan masa lalu???” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia
26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis
petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara pernikahan itu
bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi???” tanpa bahkan
berpikir ia menjawab, “Kakakku”. Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali
sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.
“Ketika saya pergi
sekolah SD, ia berada pada dusun yang
berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi
sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung
tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja
dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba dirumah, tangannya begitu gemetaran
karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak
hari itu, saya bersumpah selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan
baik kepadanya”.
Tepuk tangan
membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata –
kata begitu susah kuucapkan keluar dari bibirku, “Dalam hidupku, orang yang
paling aku berterimah kasih adalah adikku”. Dan dalam kesempatan yang bahagia
ini, di depan kerumunan perayaan ini, airmata bercucuran turun dari wajahku
seperti sungai.
SMILE,
AND THE WORLD WILL SMILE WITH YOU
Saya
adalah ibu tiga orang anak (umur 14,12 dan 3 tahun) dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen
sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.
Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama “Tersenyum”.
Seluruh
siswa diminta untuk pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan
mendokumentasikan reaksi mereka. Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan
selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan “hello”, jadi, saya pikir,
tugas ini sangatlah mudah.
Segera
setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi
ke restoran McDonald’s pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan
kering. Ini adalah salah satu cara kami dalam antrian, menunggu untuk dilayani,
ketika mendadak setiap orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan suami
saya ikut menyingkir. Saya tidak bergerak sama sekali… suatu perasaan panik
menguasai diri saya ketika saya berbalik untuk melihat mengapa mereka semua
menyingkir. Ketika berbalik itulah saya membaui suatu “bau badan kotor” yang
sangat menyengat, dan berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma.
Ketika
saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya, ia
sedang “tersenyum”. Matanya yang biru langit indah penuh dengan cahaya Tuhan
ketika ia minta untuk dapat diterima. Ia berkata “Good day” sambil menghitung
beberapa koin yang telah ia kumpulkan. Lelaki yang kedua memainkan tangannya
dengan gerakan aneh sambil berdiri di belakang temannya. Saya menyadari bahwa
lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu
adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri disana bersama mereka.
Wanita
muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan. Ia berkata, “Kopi
saja, nona” karena hanya itulah yang mampu mereka beli (jika mereka ingin duduk
di dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus membeli sesuatu.
Ia hanya ingin menghangatkan badan. Kemudian saya benar-benar merasakannya –
desakan itu sedemikian kuat sehingga saya hampir saja merengkuh dan memeluk
lelaki kecil bermata biru itu. Hal itu terjadi bersamaan dengan ketika saya
menyadari bahwa semua mata saya di restoran menatap saya, menilai semua
tindakan saya.
Saya
tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan saya dua
paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah. Kemudian saya berjalan melingkari
sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat
istirahatnya. Saya meletakkan nampan itu ke atas meja dan
meletakakan tangan saya di atas tangan dingin lelaki bermata biru itu. Ia
melihat kearah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata “Terima kasih.”
Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, “Saya tidak melakukannya
untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu harapan.”
Saya
mulaim menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami
dan anak saya.Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata,
“Itulah sebabnya mengapa Tuhan
memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberikanku harapan.” Kami saling
berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu bahwa hanya karena
Rahmat Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang lain. Hari
itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah.
Saya
kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini ditangan saya.
Saya menyerahkan “proyek” saya dan dosen saya membacanya. Kemudian ia melihat
kepada saya dan berkata, “Bolehkah saya membagikan ceritamu kepada yang lain?”
Saya mengangguk perlahan dan ia kemudian meminta perhatian dari kelas. Ia mulai
membaca dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari
Tuhan, membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan.
Dengan
caraNya sendiri, Tuhan memakai saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di
McDonald’s, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri ruang
kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan satu
pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari: PENERIMAAN YANG TAK BERSYARAT.
Banyak
cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca
cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk MENCINTAI
SESAMA DAN MEMANFAATKAN BENDA-BENDA BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN MEMANFAATKAN
SESAMA. Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh anda dengan
cara apapun, tolong kirimkan cerita ini kepada setiap orang yang anda kenal.
Seorang
malaikat menulis: Banyak orang akan
datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya sahabat-sahabat sejati yang
akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk menangani dirimu, gunakan
kepalamu. Tetapi untuk menangani orang lain, gunakan hatimu.
Tuhan memberikan kepada setiap
burung makanan mereka, tetapi Ia tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang
mereka. Ia yang kehilangan uang, kehilangan banyak; Ia yang kehilangan seorang
teman, kehilangan lebih banyak; tetapi ia yang kehilangan keyakinan, kehilangan
semuanya.
Orang-orang
muda yang cantik adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang cantik
adalah hasil karya seni. Belajarlah dari
kesalahan orang lain. Engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk mendapatkan
semua itu dari dirimu sendiri.
No comments:
Post a Comment